Kamis, 17 Maret 2016

PENGERTIAN HUKUM


HUKUM EKONOMI

Lahirnya Hukum ekonomi disebabkan karena adanya pertumbuhan dan perkembangan perekonomian yang semakin pesat. Diseluruh dunia, hukum ekonomi berfungsi untuk mengatur dan membatasi kegiatan-kegiatan ekonomi, dengan pengharapan pembangunan perekonomian tidak mengabaikan hak-hak dan kepentingan masyarakat.

Pengertian hukum ekonomi sebagai berikut :

Ø  Rochmat Soemitro
Pengertian hukum ekonomi diartikan sebagai sebagian dari keseluruhan norma yang dibuat oleh pemerintah atau penguasa sebagai satu personifikasi dari masyarakat yang mengatur kehidupan kepentingan ekonomi masyarakat yang saling berhadapan.

Ø  Sunaryati Haryono
Pengertian hukum ekonomi adalah penjabaran hukum ekonomi pembangunan dan hukum ekonomi sosial, oleh sebab itu hukum ekonomi tersebut mempunyai dua aspek, yaitu sebagai berikut:
1.    Aspek pengaturan usaha-usaha pembangunan ekonomi, dalam arti peningkatan kehidupann ekonomi secara keseluruhan
2.   Aspek pengaturan usaha-usaha pembagian hasil pembangunan ekonomi secara merata diantara seluruh lapisan masyarakat Indonesia.

Aspek hukum dalam ekonomi di Indonesia dapat dibedakan menjadi dua, yakni hukum ekonomi pembangunan dan hukum ekonomi sosial.
Hukum ekonomi pembangunan ialah yang meliputi pengaturan hukum mengenai cara-cara peningkatan dan pengembangan dalam kehidupan ekonomi indonesia secara nasional.



SUBJEK DAN OBJEK HUKUM

A.    Subjek hukum
Subjek hukum adalah pemegang hak dan kewajiban menurut hukum. Dalam kehidupan sehari-hari, yang menjadi subjek hukum dalam sistem hukum Indonesia, yang sudah barang tentu berdasar dari sistem hukum Belanda, ialah individu (orang) dan badan hukum (perusahaan, organisasi, institusi).

Dalam dunia hukum, subjek hukum dapat diartikan sebagai pembawa hak, yakni manusia dan badan hukum.
1.      Manusia (naturlife persoon) Menurut hukum, tiap-tiap seorang manusia sudah menjadi subjek hukum secara kodrati atau secara alami. Anak-anak serta balita pun sudah dianggap sebagai subyek hukum. Manusia dianggap sebagai hak mulai ia dilahirkan sampai dengan ia meninggal dunia. Bahkan bayi yang masih berada dalam kandungan pun bisa dianggap sebagai subyek hukum bila terdapat urusan atau kepentingan yang menghendakinya. Namun, ada beberapa golongan yang oleh hukum dipandang sebagai subjek hukum yang "tidak cakap" hukum. Maka dalam melakukan perbuatan-perbuatan hukum mereka harus diwakili atau dibantu oleh orang lain. seperti:
1.      Anak yang masih dibawah umur, belum dewasa, atau belum menikah.
2.  Orang yang berada dalam pengampunan yaitu orang yang sakit ingatan, pemabuk, pemboros.
3.      Badan Hukum (recht persoon)
Badan hukum adalah suatu badan yang terdiri dari kumpulan orang yang diberi status "persoon" oleh hukum sehingga mempunyai hak dan kewajiban. Badan hukum dapat menjalankan perbuatan hukum sebagai pembawa hak manusia. Seperti melakukan perjanjian, mempunyai kekayaan yang terlepas dari para anggotanya dan sebagainya. Perbedaan badan hukum dengan manusia sebagai pembawa hak adalah badan hukum tidak dapat melakukan perkawinan, tidak dapat diberi hukuman penjara, tetapi badan hukum dimungkinkan dapat dibubarkan.

Berikut ini pengertian dari subjek hukum yang dikemukakan oleh beberapa ahli, meliputi:
1.  Prof. Subekti, menyebutkan bahwa subjek hukum merupakan pendukung dari hak dan kewajiban yang ada.
  1. Riduan Syahrani, subjek hukum merupakan pembawa hak atau subjek di dalam hukum
  2. Prof. Sudikno, subjek hukum merupakan segala sesuatu yang mendapat hak dan kewajiban dari hukum.
Dari ketiga pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa subjek hukum adalah pemegang kekuasaan dari hak dan kewajiban yang berlaku menurut hukum. Dalam hukum Indonesia, yang menjadi subjek hukum ialah manusia.
B.     OBJEK HUKUM
Objek hukum adalah segala sesuatu yang berada dalam pengaturan hukum dan dapat dimanfaatkan oleh subjek hukum (manusia dan badan hukum) berdasarkan hak dan kewajiban objek hukum yang bersangkutan. Jadi, objek itu haruslah sesuatu yang pemanfaatannya diatur bedasarkan jual beli, sewa-menyewa, waris-mewarisi, perjanjian dan sebagainya. Objek hukum dapat juga diartikan sebagai segala sesuatu yang berguna bagi subjek hukum dan yang dapat menjadi pokok (objek) suatu hubungan hukum, yang disebut hak. Segala sesuatu dapat saja dikuasai oleh subjek hukum.

Contoh subjek hukum :
A meminjamkan buku kepada B. Yang mnjadi objek hukum dalam hubungan antara A dan B ialah bukum itu serta kekuasaan (hak) A untuk meminta kembalinya dari B. Buku mnjadi objek hukum dari hak kepunyaan A.

Perlu ditegaskan bahwa yang termasuk objek hukum ialah segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan oleh subjek hukum secara yuridis (menurut atau berdasarkan hukum). Hal itu disebabkan oleh manfaatnya yg harus diperoleh dengan jalan hukum (objek hukum) dan tanpa perlu berdasarkan hukum, yakni segala sesuatu yg dapat diperoleh secara bebas dari alam (benda nonekonomi), seperti angin, cahaya/ matahari, bulan, air di daerah2 pegunungan yang pemanfaatannya tidak diatur oleh hukum. Hal-hal tersebut bukanlah termasuk objek hukum karena benda-benda itu dapat diperoleh tanpa memerlukan pengorbanan sehingga membebaskan subjek hukum dari kewajiban-kewajiban hukum dalam pemanfaatannya.

Berdasarkan Pasal 503-504 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) onjek hukum yaitu benda dibagi menjadi 2 (dua) yaitu: benda yang bersifat kebendaan, dan benda yang bersifat tidak kebendaan :
1.      Benda yang bersifat kebendaan
Setiap benda yang pada dasarnya dapat dilihat, diraba, dirasakan dengan panca indra. Benda berwujud seperti benda bergerak atau tidak tetap yaitu Benda yang dapat dihabiskan (Harta benda) dan Benda yang tidak dapat dihabiskan (Tanah).
2.     Benda yang bersifat tidak kebendaan
Setiap benda yang dirasakan oleh panca indera saja dan kemudian dapat menjadi suatu kenyataan, seperti merk perusahaan, paten, dan ciptaan lainnya (musik).
3.  Dalam objek hukum terdapat hak kebendaan. Hak kebendaan ini bersifat aebagai pelunas hutang yang disebut juga hak mutlak atau hak absolut. Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunas hutang pada dasarnya adalah hak jaminan. Hak tersebut melekat pada kreditor yang memberikan kewenangan untuk melaukan eksekusi kepada benda yang dijadikan jaminan. Jika debitur (orang yang menjaminkan suatu benda) melakukan wansprestasi terhadap suatu perjanjian. Berdasarkan Pasal 1 angka (1) UU No. 4 Tahun 1996 Tentang HT, “Debitor adalah pihak yang berutang dalam suatu hubungan utang-piutang tertentu;



SUMBER :

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Subyek_hukum